Wednesday, June 23, 2010
Judul : Sang Klepto
Karya : Devi Adilah Sandy

Sang klepto

Aku mendehem, mencoba menggoda seorang teman sekelasku yang tampaknya sedang kebingungan memandangi sekitar kelas. Dan taktikku berhasil, sehingga dia menoleh dengan muka mencurigakan sambil senyum-senyum sendiri dengan tampang sok polos.

Namanya Welly, aku kenal dia sejak aku kelas 5 SD hingga sekarang aku kelas 2 SMA. Dulu dia seperti anak-anak lainnya yang selalu riang dan selalu mempunya prestasi yang bisa di banggakan. Namun semenjak Ibunya meninggal lima tahun yang lalu, dia berubah. Dia selalu murung dan tertinggal dalam prestai-prestasi yang dulu pernah di raihnya. Dia menjadi tertutup dan tampak jelas gurat kekecewaan yang dalam di hatinya.

“Heh! Apa lo liat-liat gue? Kalo naksir bilang aja. Haha.” Ucapannya barusan terlihat bahwa dia sangat salah tingkah melihat aku datang dan memandanginya.

“Yeeeeeeek! Ogah! Jangan ge-er dong! Eh, mau ngapain lo disitu? Itu kan tempatnya Reni, tempat lo kan di pojokan sono noooh!” jawab gue dengan tegas dan berharap dia cepat-cepat pergi tanpa membawa satupun barang yang ada di situ. Terus ku memandanginya dengan tatapan tajam seraya mengusir, dan akhirnya dia pergi dengan muka belagunya itu. Dia tetap berjalan menuju keluar kelas tanpa menoleh ke arahku lagi, dan sepertinya dia memasukkan sesuatu di dalam kantung celananya.

Aku terus berfikir keras apa yang sebenarnya di lakukan Welly tadi, hingga bel masuk kelas berbunyi. Aku takut Welly berulah lagi. Aku takut kejadian dulu saat masih di SMP terulang lagi. Aku takut dia mengambil barang orang lain lagi. Aku takut dia di keluarkan dari sekolah lagi. Aku takut dia di pojokkan oleh teman-temannya lagi. Aku harap bayanganku itu salah dan tidak akan pernah terjadi. Welly adalah seorang klepto. Dan aku takut penyakitnya itu masih di bawa sampai sekarang. Maka dari itu aku selalu berhati-hati dengan barangku walaupun dia sudah ku anggap sobat bagiku.

Dari pintu kelas terlihat seorang Welly masuk dengan tampang liarnya menatap sekeliling kelas sambil senyum-senyum najong. Dan sikapnya itu menandakan dia telah berhasil mendapatkan yang sedang di incarnya. Aku mulai curiga lagi. Tapi aku tetap berusaha diam dan tidak memperdulikannya.

“Kenapa Wel?” tanyaku dengan penuh tanda tanya besar yang terngiang di kepalaku. Aku sudah berteman lama dengan dia,dan aku harap kali ini dia mau cerita denganku walaupun kemungkinannya hanya tujuh puluh persen dari seratus persen.

“Ituh naaa. Aku habis ketemu Chai. Hehehe seneng aku Ay. Ternyata dia manis banget kalo di liat dari deket. Kayaknya aku suka nih sama dia. Haha.” Aku kaget mendengar dia cerita soal cewek denganku. Padahal sebelumnya dia ga se-terbuka ini denganku. Dan aku piker ini adalah perkembangan yang bagus. Berarti kecurigaanku salah. Aku pikir dia seneng habis ngambil sesuatu dari tempat Reni.

“Huuuuuuuuuaaaaaaaaaaa!!! Kok pensil mekanik yang di belikan papaku dari Singapur gak ada yah? Aduuuuhh gimana dong? Mana mahal lagi tuh harganyaa.”teriakan Reni membuat kaget seluruh isi kelas dan aku teringat apa yang terjadi saat jam istirahat tadi di tempat duduk Reni. Segera mataku tertuju kepada Welly yang duduk tepat di sampingku. Tapi tidak ada gurat kecemasan di mukanya, tidak ada muka panik seperti saat di SMP dulu. Dia terlihat tenang dan tetap serius dengan tugas biologinya.

“Wel, lo ga liat pensilnya Reni kah ya? Tadi kan lo yang terakhir dari tempatnya Reni.” Tanyaku dengan hati-hati takut dia tersinggung dan ngamuk membabi buta seperti dulu. Keringat dingin mengucur deras di sekujur tubuhku, bulu kudukku merinding dengan tetap menatap Welly yang sepertinya sedang berfikir keras.

“Hmmm, gak tuh. Gue ga liat. Palingan dia lupa naroh, kan lo tau sendiri dia kayak apa. Teledor. Mana ngesoook banget lagi gayanya. Pencicilan sih jadi orang. Tau rasa deh dia. Udah ga usah peduliin dia. Kerjain aja tuh tugas biologi lo.” Jawab Welly mantap tanpa menyadari apa yang telah dia perbuat itu salah dan akan berdampak buruk.

*

Akhirnya, di rumah aku berpikir keras lagi dan berusaha meyakini kalau Welly benar-benar sudah berubah jadi dia yang dulu. Yang baik,ceria,dan terbuka. Aku harap.

Dan barusan Reni menelpon dan bilang kalau pensilnya ternyata ada di rumah, ketinggalan. Satu lagi bukti yang menguatkan aku harus meyakini Welly sudah insaf. Hatiku lega seperti habis melepaskan beban berat yang ada di pundakku. Padahal aku tau, bukan aku yang harusnya lega, tapi Welly. Aku merasa aku gagal jadi sahabat yang baik jika Welly tetap tidak bisa merubah sikapnya itu. Dan aku bersyukur ternyata dia bisa berubah.

“aku diterima Ay! Di terima! Haha seneng banget aku Ay!” teriakan Welly terdengar di telpon sangat nyaring dan sangat tampak kebahagiaan di dalam ekspresi suaranya. Aku tidak pernah mendengar dia sesenang ini sebelumnya. Dan aku merasa aku juga ikut merasakan kebahagiaannya.

“Waaaaaaaaaw. Selamat yaa Wel. Moga langgeng deh yaa. Ku bantu dengan do’a deh. Hehehe.” Aku bingung harus bertanggapan apa. Aku seperti kehabisan kata-kata. Intinya, aku juga seneng. Aku berharap, cewek yang sama Welly sekarang bisa jadi motivasi buat Welly biar jadi lebih baik lagi dan melepaskan semua jalan-jalan sesat teman-temannya yang sekarang.

Dan, benar saja, cewek yang sekarang sama Welly bener-bener bawa pengaruh baik. Welly jadi semangat belajar dan mulai meninggalkan teman-temannya yang sesat itu. Dan tentunya dia udah bener-bener sembuh dari penyakit kleptonya itu. Sudah hampir delapan bulan hubungan mereka berjalan dengan mulus-mulus saja dan membuat iri semua pasangan karena hampir tidak pernah terdengar masalah-masalah yang ada di hubungan mereka.

Namun pada suatu saat, aku pergi menemani Welly membeli buku di Mall karena katanya Chai harus mengantar adiknya ke rumahsakit untuk check-up. Kami menghabiskan waktu bersama, mengulang lagi pertemanan kami yang mulai goyah semenjak Welly berpacaran dengan Chai. Tapi mendadak perasaanku tidak enak seperti meramalkan yang akan terjadi, di suatu Café terlihat ada seorang cewek berambut hitam panjang, berkulit putih, dan berhidung mancung, sedang bersama seorang cowok bule yang fasih bahasa indonesianya dan tampak mesra. Aku dan Welly kaget. Cewek itu adalah Chai.

Welly segera berlari menuju café itu dan menemui Chai dan cowok bule itu. Chai tampak kaget dan kebingungan melihat Welly datang. Welly sangat marah dan kesal. Ternyata dia baru sadar bahwa selama ini dia hanya di permainkan, sementara Chai tidak pernah mencintai Welly.

Welly kembali kepada keterpurukannya. Hidupnya serasa terkena angin puting beliung dan merusak semua organ-organ tubuhnya. Dia kembali dengan teman-teman lamanya dan mulai berteman dengan minuman keras. Aku tidak bisa berbuat apa-apa kalu sudah begini. Aku sudah tidak sanggup menghadapinya. Dia kembali dengan hobi lamanya. Dia jadi klepto lagi.

Sudah tiga kali dia di panggil guru BP karena ketahuan mengambil barang temannya. Dan dengan mudahnya dia mengabaikan panggilan-panggilan itu. Aku kecewa dengan dia. Dan aku memutuskan untuk sementara menjauh dari dia sampai dia bener-bener bisa jadi Welly sahabat baikku yang dulu.

0 comments:

About Me

My Photo
Eka Satya Wardana
Laki-laki yang berusaha untuk tidak mengecewakan orang lain, tetapi dengan caranya sendiri.. if I should be strong, I will be That..
View my complete profile